Minggu, 28 November 2010

Chapter 5 - The Past [part 1 : The Execution]



Memories will never be forgotten...
No matter how deep they hurt you...
But, the present will never come...
If the past doesn't happen...



"Synn, Cruz, jangan main jauh-jauh ya."
    "Iya Bu," jawab si anak laki-laki, lalu menggandeng tangan adik perempuannya. Mereka berdua berjalan menuju taman bermain di dekat villa mereka di kota Pearl.
    Matahari sudah mulai turun. Udara sekitar pun sudah mulai terasa sejuk. Kedua saudara itu berjalan bergandengan dengan sukacita.
    "Kita mau ke mana, Kak Cruz?" tanya si adik.
    "Ke taman bermain. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan," jawab Cruz.
    "Apa? Kejutan ya?" Mata Synn tampak berbinar-binar.
    "Iya." Cruz tersenyum.
    Akhirnya mereka tiba di taman bermain yang mereka tuju. Tidak banyak anak yang bermain saat itu. Hanya ada beberapa saja yang bermain di areal halang rintang.
    Cruz mengajak adiknya menuju miniatur rumah yang hanya cukup dimasuki oleh anak seumuran mereka, yang pada pegangan pintunya tergantung kertas karton yang bertuliskan "Dilarang Masuk". Synn sedikit heran, kenapa kakaknya justru membawanya ke tempat yang tidak boleh dimasuki. Tetapi dengan enteng sang kakak malah melepas karton itu, lalu mengeluarkan selembar syal dan menutup mata Synn dengan syal itu. Cruz membuka pintu rumah-rumahan itu lalu perlahan menuntun Synn masuk ke dalam. Setelah keduanya berada di dalam dan Cruz menutup pintunya, syal yang menutup mata Synn pun dilepas.
    "Selamat ulang tahun yang kesembilan, adik manisku."
    Seketika tampaklah pemandangan yang menakjubkan bagi Synn. Seluruh bagian dalam rumah itu penuh dengan boneka beruang kesayangan Synn, dan semuanya adalah bonekanya yang ada di rumahnya di Agate.
    "Kakak memindah ini semua dari rumah?" tanya Synn, setengah tidak percaya.
    "Iya." Tedengar nada bangga dari jawaban Cruz.
    "Ya ampun Kak, terima kasih." Mata Synn tampak sangat berbinar-binar, senyuman pun terkembang di wajahnya.
    "Kau suka?"
    "Tentu saja," sahut Synn mantap. "Tapi, sebenarnya tidak perlu sampai memindahnya ke rumah-rumahan ini kan? Ini kan tempat umum. Sampai melarang orang lain masuk begini."
    Untuk pertama kalinya Cruz merasa bahwa perbuatannya menggunakan tempat umum untuk menyiapkan kejutan bagi adiknya adalah perbuatan yang bodoh. "Kalau di villa, nanti kamu tahu sebelum waktunya," jawab Cruz, berkelit.
    "Iya juga, ya," sahut Synn polos.
    "Yah, sejak kita sekeluarga pindah ke Pearl karena proyek ayah lima tahun lalu, sepertinya kau begitu merindukan rumah. Terutama boneka-bonekamu ini. Jadi kuputuskan untuk membawa semua bonekamu ke sini."
    Synn mengambil boneka beruang besar yang didudukkan di atas satu-satunya kursi yang ada di dalam rumah-rumahan itu, lalu memeluknya. "Aku merindukan Barry. Aku juga merindukan kalian semua. Terima kasih ya Kak." Synn memberikan senyuman lembutnya untuk kakaknya. "Tapi ngomong-ngomong, bagaimana caranya memindahkan boneka-boneka ini ke villa?"
    Ups. Tampaknya itu belum terpikirkan oleh Cruz. "Oh, itu na-nanti diangkut dengan mobil ayah," jawab Cruz cepat. Tapi sepertinya itu memang cara yang terbaik dan satu-satunya. Itu berarti dia harus meminta tolong pada ayahnya lagi.
    "Oh," sahut Synn polos.
    "Oke, sekarang kita pulang yuk. Sudah hampir malam."
    "Barry aku bawa, ya Kak."
    "Ya."
    Mereka berdua keluar dari miniatur rumah itu, lalu tak lupa Cruz menutup rapat pintunya dan memasang kembali tanda "Dilarang Masuk" pada pegangan pintunya sebelum berjalan pulang kembali ke villa.
    Matahari sudah semakin condong ke barat. Udara pun semakin dingin saja. Tetapi senyuman bahagia sama sekali tidak hilang dari wajah Synn. Dia begitu bersyukur memiliki orang tua dan kakak yang begitu menyayanginya. Dengan kepolosannya, Synn berharap kebahagiaan ini akan terus dapat dia rasakan sampai seumur hidupnya.
    Sampai di depan villa, Synn dan Cruz terkejut. Sebuah truk militer terparkir di depan villa keluarga mereka. Cruz yang merasakan firasat buruk, menggenggam erat tangan adiknya, lalu mencari tempat sembunyi yang sekiranya masih bisa mengamati apa yang terjadi di dalam villa.
    Tiba-tiba ibu mereka berlari keluar dari villa. Tubuhnya babak belur, pipinya lebam dan sudut bibirnya berdarah. Dua orang petugas militer mengejar ibu mereka. Melihat itu, Synn menangis dan hampir berlari menuju ibunya. Tetapi Cruz menahan adiknya kuat-kuat.
    Petugas militer itu berhasil menahan ibu mereka, bermaksud menyeretnya kembali ke dalam. Tetapi sang ibu memberontak sekuat tenaga, membuatnya sekali lagi menerima tamparan di pipinya.
    "Ibuuu!!!" teriak Synn. Cruz segera membungkam mulut Synn.
    "Synn, Cruz, larilah!!! Selamatkan diri kalian!!" teriak ibunya ke arah jalan, berharap anak-anaknya mendengar suaranya.
    Mendengar itu, Cruz segera membawa adiknya lari menjauhi villa.
    "Tidak!! Ayah! Ibu!" Synn meraung.
    Cruz mengacuhkannya. Yang ada di pikiran Cruz saat ini hanya menyelamatkan dirinya dan adiknya. Bahwa hidup mereka sedang dalam bahaya saat ini. Dan tempat tujuan untuk melarikan diri yang terpikirkan oleh Cruz satu-satunya adalah rumah mereka di Agate, Blue State. Sebab ayahnya pernah berpesan padanya, apabila terjadi sesuatu pada ayah dan ibunya, satu-satunya tempat teraman adalah rumahnya.
    Di dalam capsule express, selama perjalanan menuju kota Agate, Cruz dan Synn menyaksikan berita dari televisi virtual. Benar saja topik utama berita itu adalah penangkapan orang-orang yang melakukan penelitian bersama ayahnya, orang-orang yang disebut-sebut sebagai anggota sebuah organisasi bernama Styrax. Pihak pemerintah menangkap mereka karena penelitian yang mereka lakukan dianggap mengancam keselamatan dunia. Untuk selanjutnya diputuskan bahwa orang-orang itu akan dieksekusi mati. Sekilas dari gambar yang terekam, tampak ibu dan ayah mereka, berlutut berjajar bersama anggota Styrax yang lain. Lalu acara berita itu beralih ke topik lain.
    Synn merapatkan dekapannya pada boneka beruangnya, lalu kembali terisak. Cruz merangkul adiknya erat dan seketika itu juga tangis Synn kembali meledak. Synn merasa sangat terluka. Belum ada lima jam yang lalu dia merasakan kebahagiaan, tiba-tiba perasaan indah itu harus lenyap begitu saja. Semua sungguh tidak adil. Mengapa semua ini harus terjadi kepadanya?
    Synn menangis sejadinya di pelukan kakaknya. Cruz pun membiarkan adiknya menumpahkan segala kesedihan yang dia rasakan. Toh hanya ada mereka berdua di capsule express itu.
    Sebenarnya Cruz juga sulit menahan air matanya. Ayah dan ibu mereka diperlakukan seperti itu, ditambah lagi akan dihukum mati. Jadi, hanya akan tinggal mereka berdua. Rasanya menyakitkan. Dia tidak yakin apakah mereka bisa sanggup bertahan. Tetapi dia tahu, menangis tidak akan menyelesaikan apapun, dan malah membuat adiknya semakin sedih. Dia harus tegar. Dia harus bisa melindungi adiknya apapun yang terjadi.


***


Sudah satu tahun berlalu sejak eksekusi para anggota Styrax. Sejak eksekusi itu, atas dekrit perdana menteri, media massa dilarang untuk memberitakan apapun yang berkaitan dengan Styrax. Alasannya demi keamanan bersama, sebab organisasi itu telah dinyatakan melakukan penelitian yang dapat menyebabkan hancurnya Edelstein.
    Dan sudah setahun pula Synn dan Cruz menjalani kehidupan berdua saja di rumah di Agate. Mereka bersyukur mereka masih bisa bertahan hidup dari royalti ayahnya. Tetapi Cruz tidak ingin bergantung dari itu saja. Dia ingin menghasilkan uang sendiri, melalui bakatnya dalam mengutak-atik sistem komputer. Meskipun usianya baru lima belas tahun, dia sudah mampu menembus sistem-sistem keamanan komputer. Oleh karena itu, dia kini berhasil menjadi freelance perusahaan-perusahaan besar yang ingin menguji-coba sistem keamanan komputer mereka dan terpaksa melupakan kewajibannya di bangku sekolah.
    "Kak, coba lihat ini sebentar,"  ucap Synn, berdiri di depan televisi proyeksi di ruang keluarga rumahnya.
    "Apa?" Cruz yang sedang memakai komputer virtualnya, segera melepas computer-glasses-nya, lalu menghampiri Synn.
    "Beritanya." Synn menunjuk televisi, tanpa memandang kakaknya.
    Cruz terkejut melihat berita yang sedang ditayangkan. Pemandangan yang tampak adalah para warga sipil yang berlarian dikejar-kejar oleh petugas militer. Ada warga yang langsung ditembak mati, ada pula yang berusaha melarikan diri tetapi masih tetap tertembak. Pada judul beritanya tertulis "Sweeping Oknum Terkait Penelitian Styrax".
    "Sweeping?" Cruz berkacak pinggang, setengah tidak percaya. "Sweeping di mana ini?"
    "Kota Jade, Green State," jawab Synn. Sesekali ekspresi Synn berubah ngeri ketika muncul adegan penembakan.
    "Pemerintah ini apa sudah gila? Maunya apa sih? Sejak Amethyst dalam kondisi tertidur dan anggota Styrax ditangkap, mereka ini seperti orang kebakaran jenggot. Sebenarnya apa yang terjadi?"
    "Kak," Synn menatap kosong televisinya, "aku takut. Jangan-jangan kita juga akan dibunuh. Jangan-jangan kita..."
    Tiba-tiba udara di sekitar Synn bergejolak, menghempaskan kakaknya hingga menabrak tembok. Benda-benda di seluruh ruangan itu juga ikut terangkat dan melayang ke segala arah.
    Cruz terkejut melihat reaksi adiknya. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kekuatan apa ini? Ini jelas bukan sesuatu yang bisa diterima akal sehat. Tetapi dia harus melakukan sesuatu sebelum rumahnya hancur berantakan.
    Dengan susah payah Cruz mendekati adiknya, meraih tangannya dan menggenggamnya erat, menatap matanya dalam-dalam, lalu berkata dengan lembut, "Jangan takut, ada aku di sini. Tenanglah."
    Pandangan kosong Synn memudar. Perlahan udara di sekitarnya kembali tenang. Barang-barang yang sebelumnya melayang pun mendarat di lantai dengan mulus. Synn jatuh di pelukan kakaknya. Air mata Synn langsung membanjir, dia menangis sejadi-jadinya di dada kakaknya. Synn memeluk erat Cruz, meremas kemeja kakaknya, menumpahkan segala rasa takutnya.
    Cruz mendekap adiknya erat. "Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu. Aku janji. Semua akan baik-baik saja. Percayalah. Tapi kau harus tenang."
    Di tengah isak tangisnya, Synn mengangguk. Perasaannya sedikit agak lega sekarang. Walaupun kekhawatiran masih bernaung di hatinya.
    Sweeping ini pasti akan terus dilakukan, pikir Cruz. Tetapi Blue State akan jadi tempat teraman untuk saat ini karena tempat ini dianggap suci. Tidak mungkin mereka berani melakukan sweeping di wilayah ini tanpa ijin para tetua Blue State. Sementara kami bisa merasa sedikit lega.
    Pada saat yang sama, komputer Cruz berbunyi sangat nyaring dan hampir memekakkan telinga. Cruz melepas lembut pelukan adiknya, lalu menghampiri komputernya, segera mematikan suaranya. Setelah itu, dia kembali pada adiknya.
    "Ayo, kau butuh istirahat." Cruz memapah adiknya menuju kamarnya. Synn mengangguk lemah, mengikuti kakaknya.
    Setelah yakin adiknya sudah terlelap, Cruz kembali menghadapi komputernya. Dia mengecek apa penyebab suara nyaring yang muncul tadi. Dan Cruz sempat terkejut, menemukan rentetan data yang dikirim melalui sistem komputer tersembunyi dari Pearl. Tidak salah lagi semua ini adalah data penelitian Styrax. Tetapi, kenapa dikirim ke komputer di Agate?
    Belum sempat Cruz menebak apa tujuan dikirimnya data itu ke tempatnya, dia melihat ada simbol surat di sudut window. Dia membuka surat itu, yang rupanya masuk bersamaan dengan data yang dikirim, lalu muncul tulisan "Sender : Gerd Leishredth". Itu jelas nama ayah Cruz. Berikutnya, muncul visualisasi hologram ayahnya, menatap dalam mata biru laut Cruz.
    "Cruz," hologram ayahnya bicara, "ketika kau membuka pesan ini, pasti ayah dan ibumu ini sudah tidak ada. Ayah sadar penelitian yang ayah lakukan ini sangat beresiko. Tetapi penelitian ini harus dilakukan. Demi kebaikanmu dan adikmu, demi kebaikan anak Dr. Syezierch, dan juga demi kebaikan negeri kita, Edelstein. Karena itu, jika terjadi sesuatu pada kami, aku mohon kau mau menggantikan kami semua untuk melanjutkan penelitian ini. Untuk itulah, semua data penelitian akan otomatis terkirim ke rumah kita melalui sistem keamanan internal antara komputer di Pearl dan di Agate dalam jangka waktu satu tahun dari saat ketika terjadi sesuatu pada kami. Tetapi kau tetap punya pilihan untuk tidak melanjutkannya. Jangan jadikan ini sebagai beban jika kau memilih untuk tidak melanjutkannya. Sebab kau tahu sendiri bagaimana resikonya. Dan terakhir," hologram ayah Cruz mengulurkan tangannya, seakan menepuk pundak Cruz, "jagalah dirimu dan adikmu."
    Tiba-tiba hologram ayahnya memudar, digantikan dengan hologram ibunya yang tampak tersenyum. "Jangan pernah merasa ditinggalkan," tangan semu ibunya menyentuh pipi Cruz, "dan jangan pernah menyesali apapun yang terjadi. Sebab memang inilah yang harus kita lakukan dan alami. Jadilah kekuatan untuk adikmu. Sebab apa yang akan dia alami di depan, jauh lebih berat dari apa yang bisa kita bayangkan saat ini. Dalam setiap keputusan yang kau ambil, ingatlah bahwa kami selalu menyertai kalian, percayalah bahwa kalian tidak sendirian. Lindungi dirimu dan adikmu. Lakukan yang terbaik menurutmu. Kami sayang kalian."
    Lalu hologram ibunya lenyap dan pesan itu secara otomatis terhapus dari memori komputer, hilang untuk selamanya. Cruz melepas computer-glasses-nya. Dan untuk pertama kalinya sejak kematian ayah dan ibunya, Cruz membiarkan air matanya mengalir turun membasahi pipinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar