Senin, 15 November 2010

Chapter 4 - The Answer of The Question



Setengah berjingkat, Synn keluar dari kamarnya. Berbekal bola cahaya yang sangat kecil dan tas Valvyora, Synn menyusuri lorong asrama, menuruni tangga, lalu masuk ke toilet yang ada di lobby asrama. Dengan cepat dia mengganti pakaiannya, memakai wig hitam panjang dan kacamata. Synn memasukkan bajunya sendiri ke dalam tas Valvyora, lalu segera menuju pintu lobby dan membuka kuncinya menggunakan ID Card miliknya.
    Wah, menembus pintu lobby asrama sendiri memang mudah, pikir Synn. Tetapi keluar tanpa ijin seperti ini lebih mudah lagi bagi sistem komputer Grazzleford untuk mengetahuinya. Hanya tinggal hitungan jam, kepala asrama bisa menemukanku melanggar aturan asrama.
    Synn menyusuri jalan menuju gedung asrama putri. Dia menangkupkan tangannya pada bola cahaya untuk mengurangi intensitas cahayanya, sambil sesekali memperhatikan sekeliling, memastikan tidak ada yang melihat dirinya.
    Sampai di depan pintu lobby asrama putri, Valvyora sudah menyambutnya. Dia membukakan pintu untuk Synn, lalu menyuruhnya masuk.
    "Kau tepat waktu," bisik Valvyora. "Ayo cepat ke kamarku." Synn mengangguk, mengikuti Valvyora menuju kamarnya.
    Tidak sampai sepuluh menit, mereka tiba di kamar Valvyora. Kamar Valvyora sedikit lebih sempit daripada kamar Synn, karena hanya ditempati olehnya sendiri. Synn masuk, lalu meletakkan tas Valvyora di dekat pintu masuk, memasukkan bola cahaya ke dalam sakunya, dan melepas kacamatanya.
    "Aku sengaja meminta kamar sendiri, untuk situasi seperti ini," jelas Valvyora. "Nah, sekarang giliranmu."
    "Eh?"
    "Kau bisa membuat pelindung dari kekuatan auramu kan? Itu saja cukup membuat siapapun tidak bisa mendengar apapun yang kita bicarakan."
    "Oh, baik."
    Banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Synn tentang Valvyora, tapi dia mengesampingkan itu dulu. Dia mengulurkan kedua tangannya, membangun aura pelindung yang sama dengan yang dia buat dua hari lalu. Kini seluruh sisi dalam kamar dilapisi oleh aura pelindung milik Synn.
    "Hebat," Valvyora menyentuh pelindung Synn. "Memadatkan aura sampai sekeras dinding."
    "Jadi, bagaimana kau tahu soal kekuatanku? Dan bahkan kau juga tahu spesifikasinya."
    "Dari jurnal ayahku." Valvyora mengerling pada Synn, lalu duduk di tengah ranjangnya, memberi tanda pada Synn juga untuk duduk di sampingnya. Synn menurut, duduk di pinggir ranjang Valvyora. "Termasuk informasi kau mengganti namamu menjadi Synn Carnelian. Tapi jurnal itu sudah dimusnahkan oleh kakekku. Demi keamananku dan juga dirimu."
    "Apakah jurnal itu berisi juga tentang Batu Deus?"
    "Tidak." Valvyora menatap mata biru Synn. "Jurnal itu hanya berisi tentang catatan kedokteran dan penelitian sampingan yang dilakukan ayahku, tentu saja itu berarti semua penelitian selain proyek Styrax. Yang aku tahu, semua penelitian tentang kekuatan dirimu, sebagai Sang Terpilih, ada di sana. Juga termasuk saat kau hampir mati dan ayahku berhasil menyelamatkan nyawamu."
    "Tunggu tunggu. Kau bilang proyek Styrax? Proyek apa itu?" Synn mengerutkan dahinya.
    "Kau... tidak tahu?" Tampak jelas ekspresi Valvyora kini berubah menjadi sangat heran. "Apakah kakakmu tidak cerita apa-apa padamu?"
    "Tidak." Synn tertunduk. "Aku cuma tahu kakakku melanjutkan penelitian rahasia ayah. Tapi setiap aku bertanya apa yang sedang dia teliti, dia tidak pernah menjawab sama sekali. Dan saat rasa penasaranku menguat, dia cuma berkata, 'Kau tidak perlu tahu. Tapi percayalah ini semua demi kebaikan kita semua, terutama dirimu.' Jadi, tidak ada satupun yang aku tahu tentang Batu Deus." Samar-samar  terpancar garis kesedihan dan kerinduan dari wajah Synn. Valvyora memandang Synn, penuh simpati.
    "Ou, baiklah. Mungkin aku harus menceritakan semua yang aku tahu dari awal. Bertanyalah kalau ada yang membuatmu penasaran."
    "Baik." Synn menaikkan kakinya ke atas ranjang, duduk bersila menghadap Valvyora.
    "Pertama, soal proyek Styrax, proyek yang berkaitan dengan kita berdua. Tidak banyak yang aku ketahui tentang penelitian itu. Sebab semua datanya langsung ditransfer ke rumahmu di Agate setelah kalian lari dari Pearl saat eksekusi Styrax. Yang sempat aku dengar dari kakekku, mereka meneliti tentang Batu Deus. Mereka meneliti semua tentang bagaimana batu itu bisa muncul, pengaruhnya dengan Edelstein, dan hubungannya dengan ramalan."
    "Sebentar, tadi kau bilang proyek itu berkaitan dengan kita berdua. Aku mengerti aku ada kaitannya dengan proyek itu karena aku dengar aku adalah Sang Terpilih. Tapi kaitannya dengan dirimu...?"
    "Kau dengar dari siapa tentang Sang Terpilih?" Ekspresi Valvyora berubah serius.
    "Kemarin malam aku sempat bertarung dengan seorang Marv. Tetapi dia hanya berniat mengujiku. Aku dengar dari dia."
    "Siapa namanya?"
    "Refiro Lewis. Dialah yang menyembuhkan, tepatnya melenyapkan bekas jahitan di tanganku."
    "Oh, Lewis kakak kelas kita itu. Dia Marv? Kalau dia tahu sejauh itu, berarti benar dia saudara jauh tetua Lewis."
    "Tetua? Dia memang bilang paman dari ayahnya adalah tetua di Blue State."
    "Lalu apa lagi yang dia katakan?"
    "Aku dengar tentang ramalan seratus tahun lalu. Lalu tentang Sang Terpilih yang terlahir untuk membangkitkan kekuatan Batu Deus."
    Mendadak Valvyora terkejut. Dia tampak shock. "A-aku... memang tahu tentang ramalan itu... Tapi aku tidak pernah tahu takdir Sang Terpilih. Dan ternyata... begitu."
    Sejenak keduanya terdiam. Synn memilih untuk menunggu Valvyora menenangkan dirinya sebelum melanjutkan penjelasannya.
    Valvyora menarik napas dalam. "Synn, aku harap kau siap mendengarnya." Mata cokelat Valvyora bertemu dengan mata biru Synn. "Mungkin penjelasanku ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang pernah kau ajukan padaku. Kenapa penelitian itu berkaitan denganku juga? Itu karena Batu Deus tertanam dalam diriku."
    Mata Synn terbelalak. Kepalanya serasa dihantam pipa besi. Dia benar-benar tidak mengira sesuatu yang menyebabkan banyak tragedi di mana-mana itu kini ada di hadapannya, tepatnya ada di dalam tubuh gadis di hadapannya.
    "La-lalu batunya...?"
    "Hanya diam di dalam tubuhku. Tidak bisa dikeluarkan, tapi tetap bisa bereaksi."
    "Apakah gempa semalam...?"
    "Ya, kadang-kadang memang begitu. Tapi selain dirimu, tidak ada yang tahu kalau gempa itu gara-gara Batu Deus."
    "Kenapa bisa?"
    "Karena kekuatan Marv-mu. Hanya kau yang bisa merasakan keberadaan Batu Deus. Beberapa orang memang memiliki kekuatan aneh sejak Batu Deus muncul. Beruntung pemerintah menganggap itu sebagai gejala mutasi biasa. Tetapi untuk dirimu, itu lain. Kekuatan auramu ini adalah kekuatan yang tampaknya memang diberikan oleh Batu Deus. Itulah kenapa lima tahun yang lalu kau bisa bertahan dari luka tembak seserius itu. Setidaknya itu yang tertulis di dalam jurnal ayahku."
    Synn mengernyit. "Tapi kenapa bisa batu itu ada di dalam tubuhmu?"
    "Aku tidak tahu kenapa dan bagaimana bisa batu itu bisa masuk dalam tubuhku. Yang aku ingat batu itu jatuh seperti meteor ke arahku, lalu masuk begitu saja. Pemerintah tidak tahu batu itu ada di dalam tubuh seseorang. Makanya, mereka mengadakan sweeping secara brutal setelah menangkap basah para anggota Styrax, sekaligus untuk memburu Sang Terpilih." Valvyora memandang ke arah lain, "Jadi ternyata itu alasan pemerintah juga memburu Sang Terpilih," lalu kembali memandang Synn, "Kau tahu, kekuatan Batu Deus itu sangat besar, melampaui lima batu sihir yang ada di Edelstein? Orang biasa tidak akan bisa dengan mudah menyentuhnya tanpa mengalami efek apa-apa, bahkan kemungkinan bisa mati."
    "Lalu, kenapa bisa batu itu bisa masuk dalam tubuhmu tanpa memberikan efek apapun?"
    "Bukannya tidak memberikan efek apapun."
    Mata Synn membulat. "Maksudnya...?"
    Valvyora membuka kancing kemeja piyamanya lalu melepasnya, memperlihatkan seluruh tubuh bagian atasnya. Di bahu kanannya terdapat tulisan SZ1929, yang mirip dengan nomor seri yang ada pada mesin. Bahan yang digunakan untuk menulisnya pun tampak sama dengan yang digunakan untuk mencantumkan nomor seri mesin. Valvyora mengulurkan tangan kirinya, lalu muncul beberapa cable port pada lengannya. Iris cokelat mata Valvyora pun sudah berganti menjadi hitam kelam.
    "Sebagian besar tubuhku adalah mesin. Bagian dalam tubuhku hampir hancur seluruhnya saat batu itu masuk ke dalam tubuhku. Tetapi ayahku dan seorang temannya berhasil menyelamatkanku dengan mengganti susunan tubuhku yang rusak dengan mesin. Dan beginilah, aku seperti komputer yang hidup. Tapi dengan ini aku bisa menembus sistem komputer apapun dengan proteksi yang paling canggih sekalipun dan merekayasa data tanpa diketahui siapapun."
    "Jadi sistem keamanan asrama Grazzleford kau yang..."
    "Ya, makanya aku bilang kau tidak usah khawatirkan itu."
    "Oh pantas saja. Saat kau menghampiriku, aku tidak merasakan kedatanganmu. Aura yang biasa dikeluarkan oleh makhluk hidup hampir tidak kau miliki."
    "Jadi, apa masih ada yang ingin kau tanyakan?" Valvyora memakai lagi kemeja piyamanya.
    "Ya. Pada saat tubuhmu diganti dengan mesin, kenapa Batu Deus tidak dikeluarkan?"
    "Ayahku tidak menemukannya, tepatnya tidak menemukan apa yang membuat tubuhku hancur seperti itu. Ayahku berusaha mencari tahu penyebabnya. Melihat gejala gangguan kekuatan lima batu sihir yang terjadi setelah tubuhku hancur, ayahku pergi ke kuil di Blue State dan akhirnya memperoleh jawaban dari pendeta Lewis. Jadi, batu itu ada di dalam tubuhku tidak secara fisik."
    "Oh, begitu. Apa kau tahu bagaimana caranya membangkitkan Batu Deus?"
    Valvyora menggeleng. "Aku tidak tahu."
    "Tapi kalau aku membangkitkannya, apakah itu berarti Edelstein akan hancur?"
    "Menurut ramalan, iya."
    Synn tertunduk, memandang kakinya. "Lalu bagaimana aku tahu apa yang harus aku lakukan?"
    Valvyora memandang Synn penuh simpati. Dia menepuk pundak Synn lembut. "Aku tahu beban yang kau pikul sangat berat. Tapi pasti ada pilihan. Lagipula yang kita ketahui mungkin baru sedikit. Kita harus mencari tahu lebih banyak lagi informasi."
    Synn balas memandang Valvyora, tersenyum lega. "Kau benar. Pasti ada pilihan. Tapi masih ada yang ingin aku tanyakan."
    "Tentang apa?" Valvyora melirik jam hologram di dinding kamarnya.
    "Tentang isi jurnal itu. Katanya ada informasi mengenai kekuatanku. Kadang-kadang aku memang melatih kekuatanku, tapi spesifikasi seperti yang kau sebutkan tadi, aku belum pernah tahu."
    "Itu gampang. Nanti kalau ada kesempatan, akan aku beritahu keseluruhannya."
    "Lalu soal Styrax. Pasti ada yang kau ketahui."
    "Benar, tapi mungkin kau tidak bisa lebih lama lagi di sini. Ini sudah hampir pukul dua. Siapa saja bisa memergokimu." Valvyora turun dari ranjangnya, berjalan menuju pintu. "Akan aku antar sampai ke pintu lobby."
    "Tapi, kapan lagi kita bisa bicara?" Synn memakai kembali kacamatanya.
    "Kita bisa pakai cara yang sama di malam lain. Hmm, mungkin tiga hari lagi."
    Synn mengangguk, bangkit berdiri, mengambil tas hitam Valvyora di dekat pintu dan mengeluarkan bola cahaya dari sakunya, lalu berjalan mengikuti Valvyora menuju lobby asrama putri.
    "Sampai di sini aku mengantarmu. Hati-hati," ucap Valvyora sebelum menutup pintu keluar gedung asrama putri.
    Synn menyusuri jalan yang sama dengan yang dilewatinya beberapa jam yang lalu. Masih tetap gelap dan sepi. Dan dia juga tetap waspada. Synn masuk ke lobby asrama putra, segera kembali menukar bajunya di toilet di lobby, lalu kembali ke kamar.
    Perlahan Synn membuka pintu kamarnya, mengintip apakah Feroz masih tertidur. Beruntung dia masih tertidur dan—lagi-lagi—menghadap tembok.


***


"Lightning, aku baru saja melihat ada seseorang yang melintas di sekitar asrama putri."
    "Tengah malam begini?" celetuk suara yang paling muda.
    "Bagaimana ciri-cirinya?" orang yang dipanggil Lightning menanggapi.
    "Perempuan berambut hitam panjang."
    "Hmm, coba kau perhatikan malam-malam berikutnya apakah dia akan muncul lagi."
    "Baik."


***




Pagi tadi setelah bangun tidur, Synn bersyukur Feroz tidak menanyakan apa-apa soal semalam. Sepertinya memang semalam Feroz tidak menyadari Synn keluar dari kamarnya.
    Synn menengadah, memandang dedaunan pohon Cruz yang sangat rimbun melambai-lambai tertiup angin sepoi. Dalam pikirannya masih terekam jelas kata-kata Valvyora semalam. Dan itu semua juga memiliki benang merah dengan apa yang dikatakan oleh Refiro.
    Sang Terpilih ya...? Synn bergumam. Ternyata begitu. Ditambah lagi ternyata batu itu ada di dekatku. Jadi itu maksud kakak menyuruhku datang ke sekolah ini.
    Terlintas kembali di dalam memori Synn, kejadian pahit ketika kakaknya dibunuh. Synn memejamkan matanya rapat-rapat. Begitu perih, seolah hatinya disayat-sayat. Kakaknya dibunuh dengan cara yang sangat menyakitkan oleh menteri White State sendiri. Tak ada satupun yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya. Ketika menemukan kakaknya dalam kondisi hampir mati di villa ayahnya di kota Jade, Synn hanya bisa menangis dan memeluk erat tubuh kakaknya yang bersimbah darah.
    'Synn, pergilah ke kota Pearl, masuklah Grazzleford. Kau akan menemukan jawabanmu di sana.'
    Synn membuka matanya. Dia memperhatikan sekelilingnya yang sudah mulai ramai. Siswa-siswi Grazzleford sudah berlalu-lalang menuju gedung sekolah masing-masing. Synn pun bangkit berdiri, berjalan menuju kelasnya.
    "Synn," suara seseorang memanggilnya, tepat ketika Synn akan memasuki kelas. Synn menoleh ke arah si pemilik suara. "Tadi pagi aku lupa bilang padamu," ucap Feroz. "Apa kau tertarik masuk klub atletik?"
    "Oh. Kau ketuanya kan. Eum, bagaimana ya...?"
    "Aku tidak memaksa juga sih. Tapi kelihatannya kau belum masuk klub apapun.  Jadi aku pikir mungkin kau tertarik masuk atletik."
    "Ng, entahlah. Aku tidak yakin. Aku tidak pernah terlalu aktif di klub, jadi lama-lama tidak pernah ikut klub apapun."
    "Begitu? Yah, kalau kau suatu saat berminat kau bisa langsung memberitahuku."
    "Oke."
    "Feroz sayaaaaang!!!" Tiba-tiba seorang gadis berlari ke arah Feroz dan langsung melompat, memeluk leher Feroz dari belakang.
    "Mi-mischa, hentikan!" Feroz melepaskan diri dari pelukan gadis berambut hitam yang tampaknya sudah sangat dekat dengan Feroz. Gadis itu sempat mengerucutkan bibirnya ketika—dengan sangat terpaksa—melepaskan tangannya dari Feroz.
    "Pacarmu?" tanya Synn, agak kurang yakin.
    "Iya dong," jawab si gadis.
    "Bukan," sahut Feroz tenang. "Mischa, bisa berhenti mengakuiku sebagai pacarmu?"
    "Aih, Feroz jahat deh," rengek Mischa. "Padahal hampir tiap malam kau selalu datang ke kamarku. Dan setelah semua itu kau tidak mengakuiku sebagai pacarmu?"
    "Heee?" celetuk Synn, hampir mempercayai kata-kata Mischa.
    "Jangan ngawur!" sergah Feroz. "Menyebarkan cerita begituan. Benar- benar suka buang-buang waktu ya."
    Oh, cuma karangan Mischa, batin Synn. Hei, kenapa aku merasa lega?
    "Ah, Feroz. Itu kan gara-gara kau tidak mau jadi pacarku." Mischa mengatupkan kedua tangannya dan memejamkan mata seolah-olah dia adalah seorang dewi, lalu berkata, "Kau tidak tahu betapa aku menyukaimu."
    "Mengertilah, ketika kau menyukai seseorang bukan berarti dia harus jadi pacarmu," ucap Feroz serius. "Aku juga tidak mau kalau harus jalan denganmu tanpa perasaan apa-apa."
    Sejenak ekspresi Mischa tampak agak shock mendengar penolakan Feroz. Tapi seketika itu juga berubah kembali menjadi ekspresi khas gadis manja. "Baiklah, tapi aku yakin nanti kau juga akan menyukaiku."
    "Keras kepala sekali kau ini."
    "Memang," Mischa tersenyum percaya diri. "Sudah ya, aku kembali ke kelas dulu."
    Mendengar semua percakapan Feroz dengan Mischa, membuat Synn merasa salah tingkah. Terlebih lagi, harus melihat adegan penolakan. Benar-benar tidak sedang berada di posisi yang tepat.
    "Cewek itu memang begitu, jangan dihiraukan."
    "I-iya." Tiba-tiba Synn jadi merasa agak simpati terhadap Mischa. "Tapi sepertinya dia serius menyukaimu."
    Feroz menggaruk kepalanya sebentar. "Yah, aku pikir mungkin begitu juga. Tapi aku menolaknya bukan hanya tidak bisa membalas perasaannya. Menurutku bukan masanya aku menyukai seseorang."
    "Maksudmu...?"
    "Negeri ini belum benar-benar stabil. Bukan waktunya memikirkan hal-hal seperti itu."
    Synn tertegun. Ya, itu juga berlaku untuk dirinya. Dibandingkan apa yang akan dia hadapi nanti, hal-hal semacam itu tidak akan ada artinya.

2 komentar:

  1. Sensei, perhatikan huruf yang tak buat kapital dan mohon penjelasannya...

    "Kau baru pindah ke kota PEARL kan? Dari mana?" tanya Feroz.
    "Dari kota JADE."
    "Jade di GREEN STAGE itu ya?"
    "Iya."
    "Jauh juga ya.
    [percakapan Synn dan Feros d chapter 1]

    "Pertama, disebutkan Sang Terpilih berasal dari BLUE STATE.
    Kedua, disebutkan pula bahwa ia berasal dari keluarga Leishredth."
    [percakapan Synn dan Refiro d chapter 3]

    sebab semua DATANYA LANGSUNG DITRANSFER ke rumahmu di AGATE SETELAH KALIAN LARI dari PEARL saat eksekusi styrax… [Chapter 4]

    1.Synn ntu aslinya dari JADE, BLUE STATE, atw AGATE ?
    2.karena ada BLUE STATE dan WHITE STATE, mungkin yang d maksud anda GREEN STAGE itu adalah GREEN STATE ? salah ketik ?
    3.Lari dari Pearl ? bukannya dia baru pindah k Pearl ?
    4.brarti yang d maksud “kalian” (Synn n seseorang) itu lari sebelum mendapatkan / tidak membawa DATA yang d transfer dumz ?

    BalasHapus
  2. Sudahkah pertanyaan anda terjawab di chapter 5??
    Hehehehehehe.......

    BalasHapus