Kamis, 10 Februari 2011

Chapter 6 - The Second Disguise

That's why I don't need to look back to my past..
All I have to do is looking toward my future..
There's something I have to do..
And something awaits for me..



"Synn?" suara seorang gadis membuyarkan lamunan Synn. Tampak Valvyora berdiri di sampingnya, memasang ekspresi khawatir. "Kau tidak apa-apa? Sepertinya dari tadi kau melamunkan sesuatu yang sangat serius."
    "O-oh, bukan apa-apa," sahut Synn.
    "Aku sebenarnya ingin mengajakmu ke kantin. Apa kau mau?"
    Synn tertegun. Dia baru menyadari bel istirahat sudah berbunyi dan teman-teman sekelasnya sudah berhamburan keluar kelas. "Hmm, boleh," jawab Synn.
    Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin yang berada di lantai dasar gedung sekolah menengah atas. Selama mereka berjalan menyusuri lorong kelas-kelas, cukup banyak siswi yang berbisik-bisik memperhatikan mereka berdua.
    "Valv, " Synn merendahkan suaranya, "apa kau tahu kenapa siswi-siswi ini terus memperhatikan kita?"
    Mata Valvyora membulat sesaat, lalu tertawa kecil. "Kau belum tahu ya?"
    "Soal apa?" tanya Synn dengan volume suara normal.
    "Kau cukup populer di kalangan cewek-cewek lho."
    "Hee?"
    "Hihihihihi. Untuk ukuran cowok, kau ini termasuk cowok yang manis sih. Jadi banyak sekali cewek yang suka padamu. Tapi sepertinya mereka-mereka itu sedikit cemburu."
    "Cemburu kenapa?"
    "Cemburu aku bisa akrab denganmu. Mereka iri, aku bisa dekat denganmu dalam waktu singkat. Lucu ya? Karena mereka melihatmu sebagai cowok sih." Valvyora tertawa kecil lagi.
    Mau tidak mau Synn ikut tertawa kecil. Dia tidak pernah membayangkan akan terjadi hal seperti ini sejak pertama kali dia menyamar sebagai cowok.
    "Lama-lama aku bisa disangka pacarmu nih," sambung Valvyora, sambil masih tertawa.
    Synn dan Valvyora pun memasuki lift untuk turun menuju lantai dasar. Pintu lift membuka, memperlihatkan 5 orang siswa dari lantai atas berada di dalamnya. Mata Synn seketika membulat, menemukan seseorang yang dia kenal berada di antara siswa di dalam lift.
    "Hai Synn," sapa orang itu.
    "Refiro?"
    Synn dan Valvyora segera masuk ke dalam lift, sebelum pintu lift menutup otomatis dan lift melaju ke bawah.
    "Mau ke mana?" tanya Refiro pada Synn.
    "Kantin. Kau?"
    "Aku juga. Bagus, kita bisa mengobrol banyak." Refiro tersenyum.
    "Oya, kenalkan ini Valvyora," Synn menunjuk Valvyora. "Valv, ini Refiro."
    Valvyora menjabat tangan Refiro, tersenyum. "Jadi kau Refiro?"
    "Ho, kau sudah mendengar tentangku dari Synn?"
    "Iya. Semuanya, Refiro Lewis." Valvyora tersenyum penuh arti, namun tetap menahan petunjuk-petunjuk yang mungkin bisa dimengerti empat siswa lain di dalam lift.
    Refiro tersenyum, mengerti maksud Valvyora. "Sepertinya obrolan kita akan panjang."


***


Refiro, dengan nampan berisi makanan di tangannya, menghampiri meja Synn, lalu duduk di kursi di hadapan Valvyora.
    Valvyora sengaja memilih meja kantin kapasitas empat orang yang letaknya di sudut ruangan. Setidaknya bisa semakin memperkecil kemungkinan adanya orang yang menguping pembicaraan mereka. Walaupun sebenarnya, dengan tempat seluas dan siswa sebanyak itu, menguping pembicaraan siswa lain adalah hal yang cukup sulit.
    "Jadi," Refiro memandang Valvyora, "kau anak Dokter Syezierch ya? Aku baru menyadarinya."
    "Kau tahu Dokter Syezierch?" sahut Synn heran.
    "Tentu saja." Refiro melahap potongan pizza dari piringnya dan dengan cepat mengunyahnya. "Tetua Lewis, paman dari ayahku, adalah orang yang ditemui Dokter Syezierch saat batu itu hampir menghancurkan sebagian besar tubuh anaknya."
    "Jadi kau sudah tahu semuanya?" tanya Valvyora.
    "Tidak, tidak semua. Hanya tentang hal-hal yang diketahui oleh Tetua Lewis. Itu pun hanya hal-hal yang esensial."
    "Lalu tujuanmu..?"
    "Tentu saja membantu kalian. Aku akan mendukung apapun yang akan jadi tujuan kalian."
    "Kau Marv?" Valvyora semakin tampak sedang menginterogasi Refiro.
    "Ya."
    "Kekuatanmu?"
    "Bisa dibilang pengendali waktu."
    "Ho, kekuatan yang praktis. Apa ada impact-nya?"
    "Ya, ada. Akumulasi dari umurku sendiri."
    Mendadak Synn merasa hanya sebagai audience yang tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang mereka berdua bicarakan. Menepis pikiran itu, Synn meneguk jusnya sampai tersisa setengah gelas.
    "Dan kau tahu keberadaan 'mereka'?" lanjut Valvyora.
    "Ya. Tapi belum tahu 'mereka' itu siapa saja dan berapa jumlah mereka. Apa kau tahu?"
    "Aku juga belum tahu."
    "Tunggu," sahut Synn tiba-tiba. "Siapa 'mereka' yang kalian maksud?"
    "Marv lain," jawab Valvyora. "Tidak pernah diketahui berapa persisnya jumlah orang-orang yang memiliki kekuatan Marv, tapi desas-desusnya ada beberapa Marv yang berkumpul untuk melibatkan diri mereka dalam takdir Batu Deus."
    "Tapi tidak jelas juga apa tujuan mereka," sambung Refiro, "apakah mereka ingin mendukung hancurnya Edelstein seperti ramalan, ataukah mencegah Edelstein hancur."
    "Apa mereka terkait dengan pemerintah?" tanya Synn.
    "Setahuku sih tidak," jawab Refiro. "Pemerintah pun sepertinya tidak tahu. Seandainya mereka tahu, tidak peduli meskipun tujuan kelompok Marv itu adalah untuk melindungi Edelstein, pemerintah akan memilih untuk memburu dan memberantas mereka."
    "Mereka lebih percaya kekuatan militer mereka," komentar Valvyora, tertawa kecut. "Benar-benar tipe yang cepat bertindak seperti kebakaran jenggot. Mereka takut eksistensi mereka terancam."
    Sejenak mereka bertiga terdiam. Valvyora mengaduk-aduk jusnya sambil menatap kosong gelasnya.
    "Jadi," Refiro memecah keheningan, "apa rencana kalian berdua?"
    Valvyora melirik ke arah Synn, merasa Synn-lah yang sepantasnya menjawab pertanyaan itu.
    "Pertama,” ucap Synn, “aku ingin tahu apa saja yang diteliti oleh Styrax. Aku ingin tahu apa tujuan yang sebenarnya dari penelitian itu. Dan aku ingin tahu juga apa yang diteliti oleh kakakku. Setelah itu aku baru bisa memutuskan langkah selanjutnya."
    "Tapi data-data penelitian mereka bukannya sudah dimusnahkan pemerintah waktu eksekusi itu?" komentar Refiro.
    "Tidak juga," sahut Valvyora. "Di jurnal ayahku tertulis bahwa data itu dikirimkan ke rumah Dokter Leishredth di Agate. Artinya, data itu seharusnya masih ada." Valvyora melirik Synn. "Di komputer kakakmu mungkin?"
    Mata Synn terbelalak. "Astaga! Jangan-jangan yang diteliti kakakku adalah penelitian Styrax. Tapi setelah kakakku meninggal, aku menemukan komputernya terinfeksi virus. Semua data di dalamnya lenyap. Mungkinkah data itu pernah ada dalam komputer itu dan lalu dihancurkan oleh orang-orang militer yang datang ke rumah di Jade?"
    "Itu bisa saja," sahut Valvyora. "Tapi apakah mungkin ada kopiannya atau data-data di tempat lain?"
    "Sepertinya tidak. Ketika kami lari ke Jade, kakakku hanya membawa komputer itu. Tidak ada media penyimpanan lain."
    "Dan sangat berbahaya jika kakakmu mengkopinya ke internet," sahut Refiro. "Itu mustahil."
    "Jadi sudah hilang?" pandangan Valvyora kembali kosong.
    Ketiganya kembali terdiam.
    Lalu bel tanda berakhirnya waktu istirahat berbunyi. Valvyora dan Refiro segera beranjak dari kursinya. Synn menegak habis jusnya, sebelum berjalan menyusul kedua temannya menuju lift.
    Ketiganya terdiam di dalam lift berkapasitas sepuluh orang yang terisi penuh. Ketika lift berhenti di lantai dua, lantai di mana Synn dan Valvyora harus turun lebih dulu, Refiro berpesan pada Synn, “Pasti ada cara mengetahuinya.”


***


Malam itu, setelah yakin Feroz tidak menyadari rencananya, Synn kembali menyamar dan menyelinap keluar gedung asramanya menuju asrama putri, lengkap dengan wig dan piyama berupa rok terusan namun tanpa kacamata. Dan seperti sebelumnya, Valvyora sudah menunggu di lobby asramanya untuk membukakan pintu utama asrama. Dengan cepat, keduanya telah sampai di kamar Valvyora.
    “Malam ini sepertinya kita tidak bisa mengobrol terlalu lama,” ucap Valvyora, duduk di ranjangnya.
    Synn menghampiri Vavyora, duduk di sampingnya. “Kenapa?”
    “Aku menemukan informasi bahwa pengamanan sekolah sedikit diperketat, entah karena apa. Jadi kita hanya punya waktu satu atau dua jam saja.”
    “Hmm, aku rasa tidak masalah,” sahut Synn. “Aku hanya ingin tahu tentang isi jurnal ayahmu.
    Valvyora bangkit dari ranjangnya, lalu mengambil beberapa lembar kertas di atas mejanya. “Ini baru saja aku print siang tadi. Kau bisa membacanya sendiri.” Dia menyodorkan kertas-kertas itu pada Synn, lalu kembali duduk di atas ranjangnya.
    “Isi jurnal ayahmu?”
    “Tepatnya dari yang aku ingat dan yang berkaitan dengan dirimu. Ada mengenai ketika kau seharusnya sudah meti ketika insiden di bus itu dan analisa yang berkaitan dengan itu, termasuk juga analisa tentang kekuatanmu.”
    Synn mengangguk, memandangi tulisan-tulisan yang tercetak di atas kertas-kertas itu, lalu melipatnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya.
    “Lalu, apa saja yang kau tahu tentang Styrax?”
    Valvyora menghela napas sejenak. “Styrax berawal dari saat ayahku mendapat informasi mengenai Batu Deus dari Tetua Lewis, yaitu tahun 2999. Ayahku menghubungi ayahmu dan lalu menceritakan semuanya. Setelah itu ayahmu dan ayahku mengumpulkan orang-orang yang mereka percayai untuk mengadakan penelitian tersembunyi terhadap Batu Deus. Dan memang tujuannya juga adalah untuk mengeluarkan batu itu dari dalam tubuhku tanpa memberikan efek apapun padaku dan juga pada dunia.Lalu dimulailah penelitian itu tahun 3000.”
    “Saat aku pindah ke Pearl,” sambung Synn.
    “Ya, aku dengar ayahmu membawa seluruh keluarganya pindah ke Pearl. Dan pada tahun kelima berjalannya penelitian itu, kau tahu apa yang terjadi.”
    Synn tertunduk lemah. “Aku dan kakakku menyelamatkan diri pulang ke Agate.”
    Valvyora memandang simpati pada Synn, merasa sangat paham apa yang sedang dirasakan oleh Synn. Dan setelah apa yang dialami Synn, Valvyora merasa kagum Synn selalu berusaha tegar meski luka yang dirasakannya begitu dalam.
    “Valv,” mata Synn bertemu dengan mata Valvyora, “boleh aku tanya sesuatu?”
    “Hmm, boleh.”
    “Bagaimana ayahmu bisa lolos dari eksekusi?”
    “Saat petugas militer melakukan invasi di Pearl, ayahku sedang berada di Green State untuk mengumpulkan data keseluruhan ramalan dari tetua di sana. Karena itulah dia bisa diselamatkan oleh anggota-anggota lainnya dengan tidak menyebut namanya.”
    “Seandainya saat itu ayahmu tidak berada di Green State dan dieksekusi bersama anggot Styrax lain, mungkin aku juga sudah mati.”
    “Yah, mungkin memang ini yang sudah digariskan.”
    “Lalu,” Synn tampak sangat ragu, “ng... Kau pernah bilang ‘almarhum ayahku’. Apa yang terjadi?”
    Mendadak pandangan Valvyora berubah sayu. “Jurnal itu terhenti ketika kau dan kakakmu lari ke Jade. Saat itu pemerintah mengetahui keberadaannya, entah dari siapa. Dan setelah kalian lari, ayahku tertangkap dan dibunuh oleh mereka.”
    “Maafkan aku,” Synn tertunduk, merasa sangat bersalah. “Mungkin kalau beliau tidak menolongku, kalau dia tidak berurusan denganku, mungkin saja dia tidak akan...”
    “Ini semua bukan salahmu.” Valvyora menepuk pundak Synn. “Aku sudah bilang kan, mungkin memang ini yang sudah digariskan. Lagipula kita juga tidak tahu bagaimana bisa informasi soal Styrax bocor ke pemerintah.”
    “Benar juga. Bagaimana bisa ya? Seolah ada yang mengetahui semua. Mungkinkah ada pengkhianat di antara anggota Styrax?”
    Valvyora menggeleng. “Termasuk ayahku, semuanya telah dihukum mati. Tidak ada yang tersisa.”
    “Lalu siapa? Mungkinkah Marv lain yang melakukannya? Atau ‘mereka’ yang kalian sebut-sebut tadi?”
    “Entahlah. Tapi itu bisa saja terjadi. Sayangnya kita belum menemukan cara untuk mendapatkan informasi tentang itu.”
    Synn mengacak-acak rambutnya, frustasi. “Haah, bagaimana caranya kita bisa mengumpulkan puzzle-puzzle ini?”
    “Tenanglah. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan kita. Makanya, kita pasti bisa menemukan caranya. Ditambah lagi, kita sekarang tidak lagi berdua. Ada Refiro, yang aku yakin sangat bisa diandalkan.” Valvyora melirik jam hologram di dinding kamarnya. “Dan sepertinya kau harus segera kembali ke kamarmu.”
    Synn mengangguk, segera beranjak menuju pintu kamar Valvyora.
    “Untuk setelah ini, kita diskusikan bertiga,” pesan Valvyora, sebelum Synn keluar, meninggalkan asrama putri.
    Sambil tetap waspada, Synn berjalan menuju gedung asramanya. Namun tiba-tiba Synn merasakan kehadiran seseorang yang asing. Synn menghentikan langkahnya, lalu memandang berkeliling dengan waspada. Samar-samar dia merasakan aura Marv pada orang itu.
    “Wah wah wah, sepertinya kau menyadari keberadaanku ya?”
    Synn tersentak, mendapati sosok sang pemilik suara meluncur turun dari atap gedung asrama putri. Gadis berambut cokelat sebahu itu kini berdiri di hadapan Synn. Umurnya kira-kira sama dengan Synn, dan sekilas mata dan wajahnya mirip seseorang.
    “Siapa kau?” sergah Synn.
    “Hmm, aku mengawasimu sejak kau masuk ke gedung asrama putri malam sebelumnya. Sangat mencurigakan kau berkeliaran di tengah malam begini dan lagi ini yang kedua kalinya.”
    “Kau sendiri siapa? Mengawasi gerak-gerik orang di lingkungan sekolah ini malam-malam begini.”
    “Oh, berarti aku juga mencurigakan ya?” Gadis itu tertawa kecil. “Sebenarnya mencurigakan atau tidak tergantung dari sudut pandang subyeknya juga lho.”
    “Aku tanya, siapa kau!” Synn semakin tidak sabar. Dia merasa gadis itu bukan ada di pihaknya.
    “Namaku Lamera, yang pastinya kau sudah tahu aku adalah Marv. Info tambahan, aku juga disebut Metallist. Dan kau,” gadis bernama Lamera itu meluncur mendekati Synn, menyentuh dagu Synn. “Marv juga kan.”
    Synn menepis tangan Lamera lalu melompat menjauh. Sayangnya, gerakannya yang tiba-tiba membuat wignya terlepas, menampakkan rambut aslinya yang pendek.
    “Bagaimana kau bisa menyebutku seorang Marv?”
    “Ho, kau laki-laki?” Mata Lamera membulat. “Aku pikir karena rambutmu panjang dan suaramu sedikit lembut, kau ini perempuan. Wah wah wah, apa yang kau lakukan masuk ke asrama putri malam-malam begini. Hihihihihi... Seandainya tidak ada pertemuan khusus, kau bisa dikira habis bercinta dengan seorang siswi di kamarnya.”
    “Jangan bercanda! Kau ingin membuatku mengulangi pertanyaanku?” Synn benar-benar tidak sabar.
    “Baik, baik. Malam sebelumnya saat kau masuk ke asrama putri pertama kali, kau membuat semacam pelindung dari kekuatanmu kan? Itu membuatku tidak bisa mendengar semua hal yang kalian bicarakan. Tapi malam ini, sepertinya kau lupa memasangnya.”

2 komentar: